60. KEMATIAN UTSMAN BIN AFFAN (Part 2)
*C. Pemberontakan dan Pengepungan Rumah Khalifah*
Ketidakpuasan yang sebelumnya bersifat sporadis kemudian terorganisir dalam bentuk pemberontakan terbuka. Pada tahun 35 H, sekitar dua ribu orang dari Mesir, Kufah, dan Basrah datang ke Madinah dengan dalih untuk menyampaikan aspirasi dan mengadukan kebijakan pemerintah pusat. Mereka diterima secara damai oleh Utsman dan diajak berdialog. Utsman menyetujui beberapa tuntutan mereka dan menjanjikan pergantian beberapa pejabat yang dianggap tidak adil. Namun, peristiwa berubah drastis ketika kelompok dari Mesir menemukan seorang budak membawa surat rahasia yang konon berisi perintah dari Utsman kepada gubernur Mesir agar membunuh para delegasi tersebut.
Surat ini dianggap bukti pengkhianatan, meskipun Utsman secara tegas bersumpah bahwa ia tidak pernah mengeluarkan surat demikian. Dugaan kuat bahwa surat tersebut adalah hasil pemalsuan yang dilakukan oleh tangan-tangan dalam istana, salah satunya Marwan bin Hakam. Namun, secara historis, kebenaran otentikasi surat tersebut masih diperdebatkan.
Setelah peristiwa surat tersebut, para pemberontak memutuskan untuk mengepung rumah Utsman. Pengepungan berlangsung selama empat puluh hari. Selama masa ini, Utsman dilarang keluar untuk shalat di masjid dan bahkan pada suatu waktu pasokan air dan makanan untuk keluarganya dihentikan. Beberapa sahabat besar seperti Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan Hasan bin Ali berusaha memasok air dan makanan ke dalam rumah serta menawarkan bantuan bersenjata, namun ditolak oleh Utsman yang tidak ingin menyebabkan pertumpahan darah sesama Muslim di kota Nabi.
Utsman menyatakan:
"Aku tidak akan menumpahkan darah demi kepemimpinan ini. Aku tidak ingin menjadi orang pertama yang mengalirkan darah kaum Muslimin setelah wafatnya Rasulullah.”
(Riwayat Ibn Sa’d, Tabaqat al-Kubra)
Khalifah Utsman dalam masa-masa terakhir hidupnya banyak menghabiskan waktu dengan membaca Al-Qur’an dan memperbanyak shalat. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau menyelesaikan satu kali khatam mushaf dalam sehari semalam selama pengepungan.
*D. Hari Pembunuhan Utsman bin Affan (ra)*
(18 Dzulhijjah 35 H / 17 Juni 656 M)
*Pagi Hari: Keadaan Tenang dan Puasa*
Hari itu, Utsman sedang menjalani puasa sunah. Istrinya, Naila binti al-Farafisah, menyiapkan hidangan sahur, dan Utsman terlihat tenang serta pasrah. Setelah sahur, beliau melanjutkan membaca Mushaf al-Qur’an.
Dalam satu riwayat, beliau bermimpi bertemu Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, dan Umar. Mereka berkata:
"Wahai Utsman, malam ini engkau akan berbuka bersama kami."
(HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak)
*Siang Menjelang Zuhur: Penerobosan Rumah*
Sejumlah pemberontak mulai tidak sabar. Mereka melompati dinding belakang rumah tetangga Utsman, yaitu Amr bin Hazm. Dari sana mereka menerobos masuk ke bagian belakang rumah Khalifah.
Utsman saat itu sedang duduk dalam posisi membaca Al-Qur’an. Ketika suara gaduh terdengar, istrinya Naila dan seorang pelayan wanita bernama Fakhitah mencoba melindungi Utsman.
Di antara pemberontak yang masuk ke rumah, disebutkan beberapa nama, meski tidak semua dapat diverifikasi sepenuhnya secara historis. Nama yang paling sering disebut antara lain:
>Al-Ghafiqi bin Harb
>Kinana bin Bisyir
>Sodaan bin Hamran
>Muhammad bin Abi Bakar (kehadirannya dicatat oleh banyak riwayat, namun keterlibatannya langsung dalam pembunuhan diperdebatkan)
*E. Konfrontasi dan Detik-Detik Terakhir*
Muhammad bin Abi Bakar disebut-sebut masuk terlebih dahulu dan mencengkeram jenggot Utsman sambil mencaci maki. Namun ketika Utsman menegurnya dengan mengatakan:
“Wahai anak saudaraku, jika ayahmu masih hidup, ia tidak akan menyetujuimu melakukan ini!”
Muhammad bin Abi Bakar, yang merupakan anak dari Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, disebut menjadi terdiam dan keluar dengan menyesal.
Namun, setelahnya, Al-Ghafiqi dan Kinana masuk dan menghunus pedang mereka. Utsman mencoba melindungi dirinya namun tidak melawan. Saat itu Utsman masih memegang Mushaf.
Salah satu pedang penyerang mengenai tangan Utsman yang sedang memegang mushaf. Darah memercik dan membasahi lembaran Al-Qur’an.
Ayat terakhir yang dibaca Utsman saat itu dalam banyak riwayat adalah:
“FasayakfīkahuMuLlāh, wa Huwa as-Samī‘u al-‘Alīm.”
(QS. Al-Baqarah: 137)
"Maka Allah akan mencukupimu terhadap mereka. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Setelah itu, tubuh Utsman ditebas bertubi-tubi, hingga terbunuh di tempat dalam keadaan syahid, puasa, dan membaca Al-Qur’an.
Komentar
Posting Komentar