Geng Pencuri Bantuan Gaza, Jadi Ingat KNIL
*Sejarah dan Struktur KNIL*
*1. Latar Belakang*
Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda dibentuk pada tahun 1830 oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai kekuatan militer permanen di wilayah Hindia Belanda. KNIL dibentuk menyusul ketidakmampuan pemerintah Belanda untuk mengandalkan pasukan reguler dari Eropa karena jarak yang jauh dan tingginya biaya operasional. KNIL merekrut pasukan dari berbagai etnis di Nusantara, termasuk Ambon, Jawa, dan Manado, serta tentara bayaran dari Eropa dan Afrika (Afrikanen atau "Zwarte Hollanders") (Ricklefs, 2008).
Struktur KNIL menyerupai tentara reguler Eropa, namun disesuaikan dengan kondisi tropis dan sosial budaya lokal. KNIL tidak hanya menjalankan fungsi pertahanan tetapi juga sebagai alat kekuasaan pemerintah kolonial untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang menolak kekuasaan Belanda, seperti Aceh, Bali, dan Lombok (Cribb & Brown, 1995). Selama abad ke-19, KNIL terlibat dalam sejumlah ekspedisi militer brutal yang mengokohkan dominasi kolonial.
*2. Peran KNIL dalam Menegakkan Kolonialisme*
KNIL menjadi instrumen utama penjajahan Belanda, terutama dalam politik ekspansi dan pengamanan teritorial. Di bawah kebijakan Pax Neerlandica, KNIL berperan dalam menundukkan kerajaan-kerajaan lokal dan melakukan reorganisasi sosial-politik melalui militerisasi. Hal ini berkontribusi pada marginalisasi elite pribumi dan pembentukan sistem pemerintahan kolonial yang terpusat.
Salah satu contoh keterlibatan penting KNIL adalah dalam Perang Aceh (1873–1904), di mana KNIL melakukan operasi militer selama tiga dekade melawan perlawanan rakyat Aceh yang gigih. Strategi yang digunakan KNIL, termasuk taktik bumi hangus dan penggabungan operasi sipil-militer (civil-military operations), menunjukkan sifat represif kolonialisme Belanda (Schrieke, 1955).
*3. KNIL dan Periode Transisi Menuju Kemerdekaan*
Relevansi KNIL dengan kemerdekaan Indonesia muncul secara signifikan pada masa transisi setelah Jepang menyerah pada 1945. Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, pemerintah Belanda melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA) berusaha mengembalikan kekuasaan kolonial dengan menggunakan KNIL sebagai kekuatan utama.
Dalam konteks ini, KNIL menjadi simbol perlawanan terhadap kemerdekaan. KNIL dilibatkan dalam konflik bersenjata dengan tentara dan laskar Republik Indonesia dalam periode Revolusi Fisik (1945–1949), termasuk agresi militer Belanda I dan II. Banyak tentara KNIL yang terdiri dari pribumi mengalami dilema identitas dan loyalitas, antara bekerja untuk Belanda atau membela Republik yang baru merdeka.
*4. Pembubaran KNIL dan Integrasi ke TNI*
Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949 melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), status KNIL menjadi tidak relevan dalam kerangka negara Indonesia yang merdeka. Berdasarkan Perjanjian KMB dan keputusan pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), KNIL secara resmi dibubarkan pada 26 Juli 1950.
Sebagian personel KNIL (sekitar 65.000 orang, termasuk 35.000 pribumi) ditawari untuk bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun banyak di antaranya, terutama orang-orang Maluku, menolak integrasi karena isu-isu politik, identitas, dan kekecewaan terhadap Republik. Hal ini berujung pada pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) tahun 1950, yang merupakan bagian dari warisan konflik KNIL dan republik (Van Klinken, 2007).
🔥KESIMPULAN
KNIL sebagai lembaga militer kolonial bukan hanya alat represif kolonialisme Belanda, tetapi juga aktor penting dalam dinamika sejarah kemerdekaan Indonesia. Perannya dalam mempertahankan kekuasaan Belanda pasca-Proklamasi menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya melawan kekuatan asing tetapi juga menghadapi dilema internal, terutama karena sebagian anggota KNIL adalah bangsa sendiri. Pembubaran KNIL dan integrasi sisa personelnya ke dalam TNI menandai transisi dari militer kolonial ke militer nasional, meskipun menyisakan konflik identitas dan loyalitas dalam sejarah panjang Indonesia merdeka.
📚Daftar Pustaka
Cribb, R., & Brown, C. (1995). Modern Indonesia: A History Since 1945. Longman.
Kahin, G. M. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Cornell University Press.
Ricklefs, M. C. (2008). A History of Modern Indonesia Since c.1200. Stanford University Press.
Schrieke, B. (1955). Indonesian Sociological Studies, Vol. I: Selected Writings of B. Schrieke. W. van Hoeve.
Van Klinken, G. (2007). Communal Violence and Democratization in Indonesia: Small Town Wars. Routledge.
Komentar
Posting Komentar