45. Iran dan Israel sebelum era Revolusi

*IRAN ERA PAHLEVI DALAM KONTEKS KONFLIK PALESTINA–ISRAEL*

*I. Latar Belakang Pemerintahan Pahlevi*

Mohammad Reza Shah Pahlavi menjadi pemimpin Iran sejak tahun 1941 setelah penggulingan ayahnya, Reza Shah, oleh Inggris dan Uni Soviet dalam konteks Perang Dunia II. Sebagai penguasa dengan visi modernisasi dan pro-Barat, Shah menjalin hubungan strategis dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, termasuk Israel.

Shah memandang stabilitas dan pembangunan internal Iran dapat dicapai dengan menjauhi ideologi revolusioner pan-Arabisme dan aliansi negara-negara Islam yang berhaluan anti-Barat. Dalam kerangka inilah, hubungan pragmatis Iran dengan Israel terbentuk, meskipun secara formal Iran tidak membuka kedutaan besar Israel di Teheran karena sensitivitas isu Palestina di dunia Muslim.


*II. Bentuk Hubungan Iran dan Israel*

1. Pengakuan De Facto dan Hubungan Ekonomi
Iran adalah negara Muslim pertama yang memberikan pengakuan de facto kepada Israel setelah deklarasi kemerdekaan Israel tahun 1948. Walaupun tidak ada hubungan diplomatik resmi, kedua negara membuka kantor dagang di masing-masing ibu kota.

Iran memasok minyak bumi dalam jumlah besar ke Israel melalui jalur laut dan jaringan pipa "Trans-Israel Pipeline" dari Eilat ke Ashkelon, yang sangat penting setelah embargo minyak oleh negara-negara Arab.

2. Kerja Sama Intelijen dan Militer
Israel, melalui dinas intelijennya Mossad, menjalin kerja sama erat dengan SAVAK, badan intelijen Iran. Israel memberikan pelatihan dalam pengawasan dan kontra-subversi, khususnya untuk menghadapi kelompok komunis dan Islamis yang mengancam monarki.

Israel juga memberikan bantuan teknologi dan taktik militer kepada Iran, mengingat Iran saat itu adalah sekutu utama AS di kawasan.

3. Sikap terhadap Palestina
Iran di bawah Shah tidak mendukung perjuangan bersenjata Palestina. Bahkan, memandang PLO sebagai gerakan radikal yang bertentangan dengan stabilitas kawasan.

Iran tidak pernah bergabung dalam boikot ekonomi atau perang Arab terhadap Israel, termasuk tidak berpartisipasi dalam Perang Arab-Israel tahun 1948, 1956, 1967, dan 1973.

*III. Motivasi Strategis Iran dalam Mendekati Israel*

1. Ancaman Pan-Arabisme
Shah melihat pan-Arabisme yang dipimpin oleh Gamal Abdel Nasser (Mesir) sebagai ancaman utama. Ideologi ini menyatukan Arab untuk menentang pengaruh asing dan kerajaan, yang bisa merembet ke Iran.

2. Upaya Melawan Komunisme
Sebagai negara penyangga antara Uni Soviet dan Teluk, Iran menjadi titik kunci dalam strategi containment Amerika. Shah melihat aliansi dengan Israel sebagai bagian dari upaya menahan penetrasi komunisme di Timur Tengah.

3. Ambisi Menjadi Kekuatan Regional
Shah ingin menjadikan Iran sebagai “Polisi Teluk” dan kekuatan dominan kawasan. Untuk itu, ia membangun aliansi dengan negara-negara non-Arab, termasuk Israel dan Turki, dalam kerangka "Persekutuan Pinggiran" (Periphery Alliance).

*IV. Reaksi Domestik dan Regional*

1. Reaksi Internal
Meskipun hubungan Iran–Israel dijaga tidak terlalu terbuka, kaum ulama dan Islamis Iran sangat mengecam kerja sama tersebut. Bagi mereka, Shah telah mengkhianati solidaritas Islam dengan membantu "entitas zionis" yang menjajah Palestina.

2. Reaksi Dunia Arab
Negara-negara Arab, khususnya Mesir dan Suriah, mengutuk sikap Iran yang mendekati Israel. Hubungan Iran dengan dunia Arab menjadi tegang, dan Iran lebih dekat ke poros Barat dibandingkan solidaritas Islam.

*V. Signifikansi bagi Konflik Palestina–Israel*

🔥Iran era Pahlevi secara praktis memperkuat posisi Israel, baik dari sisi ekonomi (energi), keamanan (intelijen), maupun legitimasi regional (sebagai mitra Muslim non-Arab).

🔥Ketidakterlibatan Iran dalam perjuangan Palestina menciptakan kesenjangan dalam dukungan Islam terhadap Palestina, yang baru dikoreksi secara drastis setelah Revolusi Islam 1979.


✅Penutup

Iran di bawah Shah Pahlavi mengambil sikap yang sangat pragmatis dan pro-Barat dalam konflik Palestina–Israel. Hubungan dekat dengan Israel menjadi bagian dari strategi untuk menyeimbangkan kekuatan Arab dan mempertahankan pengaruh regional, meskipun mengorbankan solidaritas Islam dan menuai kecaman dari dalam negeri. Perubahan drastis baru terjadi setelah runtuhnya monarki dan naiknya Khomeini.


Referensi : 

📚Parsi, Trita. Treacherous Alliance: The Secret Dealings of Israel, Iran, and the United States. Yale University Press, 2007.

📚Abrahamian, Ervand. A History of Modern Iran. Cambridge University Press, 2008.

📚Takeyh, Ray. Guardians of the Revolution: Iran and the World in the Age of the Ayatollahs. Oxford University Press, 2009.

📚Cooper, Andrew Scott. The Fall of Heaven: The Pahlavis and the Final Days of Imperial Iran. Holt, 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

1. Asal Mula Konflik Palestina - Israel: Ringkasan Sejarah (Part 1)

14. DIALOG DENGAN KONTRA HAMAS (Part 2)

36. KONSPIRASI : Hamas itu Alatnya Israel