9. Kritik Atas Perjanjian Oslo

Menanggapi pemaparan sebelumnya oleh Ragil Kurniawan, Abu Zhehir (anggota grup WA lain) mengelaborasi dengan pertanyaan:

Apakah Oslo ini bisa dibilang sebagai tindakan sepihak dari Yassir Arafat? 

Saya pernah nonton salah satu videonya Salem Barahmeh (aktivis Palestin, pendiri channel _uncivilized_) yang menjelaskan Yassir Arafat ini cenderung berkonflik dengan petinggi PLO lain karena sikapnya yang terburu-buru. Punya kemampuan buat mengambil keputusan taktis (jangka pendek), tapi tidak dengan strategis (jangka panjang). Efeknya, banyak faksi internal PLO, terutama PFLP, yang menentang keras keputusan Yassir Arafat di Oslo. 

Edward Wadie Said juga di salah satu wawancaranya sangat menyayangkan Oslo Accords. Karena melalui perjanjian ini, PLO memposisikan dirinya sebagai "subordinat" dari Israel, bahkan beliau bisa mengatakan kalo kedepannya yang jadi pemerintah Palestina ini akan jadi _enforcer_ dari kolonialisme Zionis itu sendiri —kalo kita sering ngikutin informasi di Tepi Barat, ini sudah menjadi kenyataan.

Jawaban Ragil Kurniawan: VALID

Arafat mengambil keputusan tanpa konsensus faksi-faksi utama, terutama:

-->PFLP (Popular Front for the Liberation of Palestine)

-->DFLP (Democratic Front)



[23/5 18.08] Ragil_Kurniawan: Kritik seperti ini penting untuk memahami kenapa Palestina saat ini tetap terpecah dan proses damai stagnan.
[23/5 18.13] Ragil_Kurniawan: Kritik Edward ini keras. 

Dia menyebut Oslo sebagai:

"Sebuah dokumen penyerahan yang mengubah PLO dari gerakan pembebasan nasional menjadi aparat administratif dari pendudukan Israel.”
[23/5 18.15] Ragil_Kurniawan: Kalau kita amati sejarahnya, sejak awal itu memang "Elite" palestina tidak pernah bersatu ..

Sampai sekarang . Hingga 60.000 korban . 

Masih belum ada persatuan 😤
[23/5 18.16] Ragil_Kurniawan: Kalau elite kita dulu tidak bersatu . Tidak akan ada NKRI ...

[23/5 18.17] Ragil_Kurniawan: Tiap front bergerak sendiri2 memanfaatkan atau menjadi proxy kekuatan lain ...

==============================
Pemaparan Ragil Kurniawan di elaborasi oleh Abu Zhehir:


Di Gaza sebenarnya ada upaya buat menyatukan kelompok elit ini ke satu wadah, mirip PLO, _Palestinian Joint Operation Room_ yang dibentuk 2018. Diisi berbagai faksi, termasuk PFLP & DFLP, jga beberapa pecahan Fatah (yang menolak keputusan solusi dua negara)

Mereka ni kelihatannya lebih solid, terbukti pas serangan 7 Oktober lalu, mereka serentak ikut melakukan serangan

==============================


Lalu anggota grup WA yang lain, Fathur Rohman Eka Febrian, mencoba bertanya dan mendekatkan studi kasus Perjanjian Oslo dengan perjalanan sejarah Indonesia, berikut dialognya 

[23/5 18.18] Fathur Rohman Eka Febrian: Untuk menyatukan elite kayak gitu apa perlu 1 orang yang sangat dihormati dan di dengar semua pihak kayak Indonesia dulu punya Sukarno gitu ya?


[23/5 18.18] Ragil_Kurniawan: Enggak, hanya butuh menurunkan EGO ...


[23/5 18.22] Ragil_Kurniawan: Sukarno dulu jadi mandor jepang pas romusha


[23/5 18.23] Ragil_Kurniawan: Kalo Tan Malaka mirip.hamas ...

Kata2 Tan Malaka yang terkenal : 

" Tuan Rumah tidak akan berunding dengan Maling yang menjarah rumahnya"



[23/5 18.25] Fathur Rohman Eka Febrian: Tapi bukannya Tan Malaka pengaruhnya gak terlalu besar ya di Indonesia kala itu, sampai saat dia ingin jadi presiden ditantang oleh Sutan Sjahrir "seandainya dirimu dikenal oleh 5% (atau 10%) saja rakyat Indonesia, aku akan mendukungmu" (masalahnya gak terkenal)



[23/5 18.25] Ragil_Kurniawan: Iya, masalahnya dia orang Sumatra. Bukan Jawa 😂


[23/5 18.25] Ragil_Kurniawan: Kita serahkan saja pada Sukarno...

Yang penting Merdeka...

Ini, menurunkan EGO ...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

1. Asal Mula Konflik Palestina - Israel: Ringkasan Sejarah (Part 1)

14. DIALOG DENGAN KONTRA HAMAS (Part 2)